Wednesday, February 29, 2012

Membangun Industri Otomotif Amerika Serikat...


Abad ke-20 merupakan masa keemasan industri otomotif  Amerika Serikat. Banyak produsen otomotif bermunculan dan sukses mengembangkan usahanya di AS dari industri rumahan hingga industri besar pada masa itu. Untuk industri mobil kita mengenal Ford, Buick, Maxwell, Olds, Reo, Cadillac, Hudson, Packard, Overland hingga Marmon. Sedangkan, untuk industri sepeda motor, nama Indian hingga Harley-Davidson tak lepas dari masa keemasan industri otomotif AS pada era tersebut.

Melisik sejarah industri otomotif AS memang memiliki perjalanan panjang. Namun, untuk memulai cerita awal keemasan industri ini kita akan memulai pada akhir 1890-an. Saat itu kendaraan bermotor telah merubah status kedudukannya di masyarakat AS. Kendaraan bermotor yang awalnya diciptakan hanya untuk memenuhi rasa keingintahuan kemudian bertransformasi menjadi benda yang sangat dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari masyarakat AS.

Kendaraan bermotor mulanya dibutuhkan sebagai pengganti kendaraan yang telah populer pada masa sebelumnya, yaitu kereta api, kereta kuda dan sepeda. Akan tetapi, seiring perkembangan zaman, masyarakat AS membutuhkan kendaraan yang lebih cepat dan efisien, dan dapat bergerak sendiri tanpa bantuan tenaga kuda atau tenaga manusia.

Kereta api yang notabennya bisa bergerak sendiri, sebenarnya juga memiliki keterbatasan. Kendaraan itu dinilai "monoton" karena hanya dapat mengantar penumpang dari satu stasiun ke stasiun lainnya, dan tidak bisa  memenuhi keinginan seseorang untuk mencapai tujuan yang lebih spesifik atau pribadi.

Sedangkan, untuk sepeda dan kereta kuda memang bisa memenuhi ambisi masyarakat untuk mencapai tempat tujuan yang spesifik. Tapi lagi-lagi dua kendaraan tersebut tetap dinilai kurang efisien karena kurang cepat. Maka jawaban yang paling tepat adalah kendaraan bermotor yang dapat dimiliki perorangan.

Friday, February 17, 2012

Ini Bukan Sepak Bola, tapi Perang!




“Ini bukan lagi sepak bola, tetapi perang!” Kalimat itulah yang terucap dari salah satu pemain bintang Al-Marsy, Abo Treika, menanggapi kerusuhan seusai pertandingan Liga Mesir antara klubnya melawan Al-Ahly, Rabu (1/2/2012) waktu setempat.

Dalam insiden tersebut, sedikitnya 74 orang tewas dan ribuan lainnya luka-luka, termasuk para pemain dan pelatih. Ini merupakan insiden terparah sejak kerusuhan antara pendukung sepak bola Hearts of Oak dan Asante Kotoko di Stadion Accra, Ghana, pada Mei 2001 lalu, yang mengakibatkan 126 orang meninggal dunia.

Kekecewaan bintang asal Mesir itu memang bisa dimaklumi. Sepak bola yang seharusnya menjadi alat pemersatu, justru seolah menjadi ajang pertempuran kekuatan tirani politik yang kejam dalam peristiwa itu.

Lihat saja bagaimana ribuan pendukung Al-Marsy dengan membabi buta memukuli setiap anggota tim dan pendukung Al-Ahly yang ada di Stadion Port Said seusai laga yang dimenangkan oleh timnya dengan skor 3-1 itu. Bahkan, mereka tidak segan-segan menghunus pisau ke setiap orang yang menggunakan identitas Al-Ahly.

Sejumlah pemberitaan media massa menyebutkan, kerusuhan ini dipicu adanya aksi provokasi dari simpatisan mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak. Apalagi, daerah Port Said memang dianggap sebagai salah satu basis pendukung Mubarak yang berkuasa lebih dari 30 tahun itu.

MU-Liverpool, Bukan Sekedar Hidup dan Mati..


Manajer Liverpool, Kenny Dalglish (kanan), dan pelatih Manchester United, Alex Ferguson. (Daylife)

Beberapa orang berpikir sepak bola adalah hidup dan mati. Tapi saya yakinkan Anda, ini akan jauh lebih penting daripada itu semua.“- William “Bill” Shankly.

Pernyataan yang dilontarkan dari bibir manajer legendaris Liverpool, Bill Shankly, itu seakan menjadi gambaran sesungguhnya ketika menyaksikan rivalitas terbesar dalam ziarah sepak bola Inggris antara Liverpool dan Manchester United. Nama besar kedua tim seakan menjadi ikon yang tak bisa lepas dan saling melengkapi satu sama lain di dalam ranah sepak bola Inggris saat ini.

Jika ditarik ke belakang, rivalitas Liverpool dan MU ini tak bermula dari urusan lapangan semata. Dunia bisnislah yang pertama kali membuat api rivalitas menggelora dalam sejarah dua klub tersebut. Pada abad ke-19, hubungan kedua kota itu awalnya sangat harmonis, karena Liverpool terkenal sebagai kota pelabuhan besar di Inggris, dan Manchester merupakan kota pertama yang perekonomiannya cukup maju semenjak revolusi Inggris.

Namun, hubungan manis itu harus retak pada akhir 1878. Depresi dunia ketika itu, membuat Manchester “menyalahkan” Liverpool karena dianggap telah memberlakukan tarif tinggi bagi jalur distribusi produk-produk mereka. Kecewa, Manchester lantas membangun pelabuhan sendiri untuk mendistribusikan hasil industri kotanya ke seluruh dunia pada 1894.

Thursday, February 9, 2012

Harley Davidson dan Sang Revolusioner Meksiko


Kopral Roy Holtz, "The First Yank and Harley Davidson to enter Germany"

Siapa yang tidak mengenal Harley-Davidson. Merek sepeda motor asli Amerika Serikat (AS) itu telah menjadi legenda di dunia kendaraan roda dua. Lahir pada1903 dari kerja sama dua keluarga, Harley dan Davidson, perusahaan ini hanya butuh 17 tahun untuk menjadi perusahaan sepeda motor terbesar di dunia pada saat itu.

Meski berkembang dalam waktu singkat, bukan berarti perjalanan Harley-Davidson mulus akan rintangan. Kendala teknis dari pengembangan teknologi mesin, pemasaran dan persaingan dari perusahaan lain yang telah lebih dahulu mapan kerap menghampiri perjalanan perusahaan tersebut. Namun, berkat kerjasama dan strategi dari para pendiri Harley-Davidson dan seorang yang bernama Pancho Villa, perusahaan itu berhasil menemukan jalan pintas menuju kesuksesan.

Lantas siapakah Pancho Vila? Pancho Villa dan Harley-Davidson sebelumnya tidak memiliki hubungan sama sekali. Villa bukan seorang teknisi ataupun sales Harley Davidson. Pria dengan nama lengkap Jose Doroteo Arango Arambula atau Francisco Villa itu adalah seorang pemberontak dan pemimpin revolusi terhadap Presiden Meksiko, Venustiano Carranza.

Hubungan antara Villa dan Harley-Davidson awalnya bermula, pada 9 Maret 1919. Saat itu, bersama ratusan anak buahnya, Villa menyerang detasemen pasukan berkuda ke-13 milik AS di Columbus, New Mexico, AS untuk merebut amunisi untuk pasukannya. Meskipun mendapat perlawanan dari ratusan tentara AS, Villa akhirnya mampu merebut persenjataan dan 100 kuda detasemen milik AS dalam serangan yang dikenal dengan nama The Battle of Columbus tersebut.

Militer AS yang tidak terima dengan penyerangan itu, kemudian melakukan misi serangan balasan. AS pun memilih salah seorang tentara andalannya, Jenderal John “Black Jack” Pershing sebagai pemimpin misi tersebut. Di saat itu lah Harley-Davidson pertama kali terlibat dalam sebuah ekspedisi militer. Harley-Davidson yang terkenal dengan ketangguhannya terpilih sebagai sepeda motor yang membawa Jenderal “Black Jack” memburu Villa di padang pasir.

Akan tetapi, pengejaran yang berlangsung selama enam bulan itu mengalami kegagalan karena sang target tak kunjung ditangkap. Namun, kegagalan itu justru membuat nama Harley-Davidson melambung. Tangguhnya performa sepeda motor itu di hamparan gurun Colombus, New Mexico, membuat Militer AS berdecak kagum.

Rasa kagum itu kemudian membuat Harley-Davidson menjadi pilihan, saat AS ikut serta pada Perang Dunia I. Tak tanggung-tanggung, Militer AS pun berani untuk memasukannya dengan jumlah sepertiga dari total 70.000 unit sepeda motor yang dibutuhkan selama perang. Pilihan itu pun tepat, karena sepeda motor Harley-Davidson dapat mempermudah pasukan AS dalam melakukan pengintaian dan pengantaran logistik ke garis terdepan medan pertempuran.

Akhirnya, sepanjang PD I, sekitar 20.000 unit sepeda motor Harley-Davidson dikirim ke medan pertempuran. Meski masih tersisa 14.600 unit lagi yang belum diproduksi karena berakhirnya perang, Harley-Davidson berubah bak bintang. Sepeda motor tersebut mendapat apresiasi luar biasa dari masyarakat AS, karena dinilai cukup membantu negara "Paman Sam" dalam medan pertempuran. Citra "Motor Nasionalis" pun disematkan masyarakat kepada sepeda motor tersebut.

Sejumlah media massa ramai memperbincangkan "kehebatan" kendaraan Harley Davidson. Slogan  “Uncle Sam’s Choice; Harley-Davidson” pun terpampang dalam salah satu iklan perusahaan tersebut pada era 1920-an. Di masa itu, Harley-Davidson akhirnya memulai masa keemasannya. Harley-Davidson kemudian menjadi legenda dan mampu mengungguli pesaing-pesaingnya hingga menjadi perusahaan sepeda motor terbesar di dunia hingga masa kini. (IKRA MUHLIS)